BIMBINGAN KARIR DI PERGURUAN TINGGI
Oleh : Afdal, S.Pd., Kons *)
 
A. Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan kondisi ekonomi, social, budaya masyarakat semakin pesat. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada dorongan untuk mengejar ketertinggalannya sehingga dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat ikut serta memasuki zaman informasi yang pada akhirnya terciptalah era globalisasi. Era globalisasi mengharuskan setiap komponen dari masyarakat untuk berpacu, meningkatkan kompetensi sehingga mampu menjawab tantangan zaman.

Begitu juga halnya dengan lembaga pendidikan, sebagai pencetak generasi penerus bangsa, lembaga pendidikan sudah semestinya bertanggung jawab secara penuh dan terarah untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa agar mampu bersaing, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia karir yang diminatinya.

Pada penelitian yang ditemukan Kramer, dkk (dalam Herr, 1996:292) terhadap mahasiswa Universitas Cornell ditemukan 48 % mahasiswa laki-laki dan 61 % mahasiswa perempuan mengalami masalah dalam pilihan dan perencanaan karir. Penelitian lain menemukan bahwa sebagian mahasiswa yang memasuki perguruan tinggi di Amerika menginginkan adanya pendampingan dalam perencanaan karir atau pilihan karir. Dari penelitian tersebut ditemukan betapa butuhnya mahasiswa terhadap pembimbingan (Assistance) terhadap karir yang akan ia tuju. Agus Rianto (2006) mengemukakan banyak tantangan yang akan dihadapi mahasiswa dalam menentukan karir, diantaranya adalah ketidak pastian karir, pengaksesan informasi dan program pengembangan karir, dan tantangan-tantangan ekonomi dan teknologi. Untuk mengantisipasi tantangan-tangan ini perlu bagi perguruan tinggi untuk memberikan pelayanan yang optimal terhadap perkembangan karir mahasiswa

*) Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Pascasarjana UNP

A.Muri Yusuf, (2006) mengatakan program Konseling Karir di perguruan tinggi, lebih banyak dikemas untuk: (1) mendorong perkembangan karir, (2) menyediakan treatment dan (3) menolong dalam penempatan. A.Muri Yusuf menegaskan bahwa kemasan konseling karir disatuan pendidikan banyak diwarnai oleh tujuan dan tingkatan satuan pendidikan disatu pihak dan perkembangan diri individu sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya dipihak lain. Melalui pendidikan tiap individu mendapatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan serta penanaman sikap dan nilai-nilai sesuai dengan tujuan satuan pendidikannya.

Mahasiswa sebelum memasuki perguruan tinggi pada umumnya telah menentukan pilihan program studi ataupun jurusan yang akan diambilnya berdasarkan pengetahuan, minat dan bakat serta jenis pekerjaan yang akan diembannya setelah menamatkan pendidikannya nanti.

Pendidikan tinggi dalam hal ini jurusan atau pun program studi telah mempersiapkan seperangkat paket pembelajaran (kurikulum) yang harus diselesaikan mahasiswa dalam waktu tertentu (3 tahun untuk tingkat akademi, dan 4 tahun untuk tingkat strata S1). Kurikulum pendidikan tinggi telah dirancang sedemikian rupa, sehingga mahasiswa yang telah menamatkan pendidikannya sudah memiliki kompetensi sesuai dengan pekerjaan atau jabatan yang akan diembannya.

Dalam kurikulum dikenal dengan kompetensi utama minimal yang terdiri dari Kompetensi Pengembangan Kepribadian.(KPK), Kompetensi Landasan Keilmuan dan Keterampilan (KKK), Kompetensi Keahlian Berkarya (KKB), dan Kompetensi Berkehidupan Bermasyarakat (KBB). Secara terintegratif pelayanan dosen dalam menyajikan perkuliahan menggunakan berbagai metode seperti seminar, workshop, pengalaman lapangan, penelitian dan tugas akhir sesuai dengan tujuan kurikuler dan tujuan institusional. Mengacu kepada kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan lembaga pendidikan keahlian, keterampilan dan pra occupational.

B. Karakeristik Mahasiswa

Mahasiswa merupakan individu yang sedang menempuh pendidikan tinggi, berumur antara 18-21 tahun (Herr, dkk., 1996:2004). Pada awal abad 19 mahasiswa di perguruan tinggi didominasi oleh mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki, namun pada akhir-akhir ini justru persentase mahasiswa perempuan meningkat sangat pesat, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor (Herr, 1996:293). Berkenaan dengan itu, berdasarkan Ginzberg periode mahasiswa dianggap sebagai periode realistic, selanjutnya, Super menjelaskan bahwa berkenaan dengan karir individu seusia mahasiswa (18-25 tahun) telah sampai pada tahap spesifikasi dan implementasi preferensi dalam pekerjaan.

Berkenaan dengan tugas-tugas perkembangan, Akhmad Sudrajat (2009) menjelaskan bahwa pada periode mahasiswa dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya, yang intinya pada masa ini merupakan pemantapan pendirian hidup, sehingga tugas perkembangan yang berhubungan dengan karir, yaitu memilih dan mempersiapkan karier masih menjadi tugas perkembangan mahasiswa, yang pada tahap selanjutnya (dewasa awal), tugas perkembangannya akan menjadi :

1. Memilih pasangan.
2. Belajar hidup dengan pasangan.
3. Memulai hidup dengan pasangan.
4. Memelihara anak.
5. Mengelola rumah tangga.
6. Memulai bekerja.
7. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.
8. Menemukan suatu kelompok yang serasi.

Berkenaan dengan alasan-alasan individu untuk memasuki perguruan tinggi di Amerika, Herr (1996:293) mengemukakan temuan-temuan alas an sebagai berikut :

(a) Kepuasan diri

Mmeliputi pencarian terhadap identitas diri dan pemenuhan diri

(b) Mengejar karir

Dalam hal ini mahasiswa memandang pendidikan di perguruan tinggi sebagai alat untuk mencapai tujuan profesi atau pekerjaan tertentu, dalam hal ini perguruan tinggi dianggap sebagai alat/cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh individu pada kehidupannya dimasa akan datang

(c) Untuk menghindar.

Hal ini dilakukan mahasiswa yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi sebagai jalan untuk menghindari sesuatu hal (wajib militer, keharusan bekerja), dan bukan karena sesuatu hal yang positif dan keinginan tidak sungguh-sungguh berasal dari hatinya.

Penelitian yang dilakukan Clark & Trow (dalam Herr, 1996:293) ditemukan ada empat budaya mahasiswa yang dominan, yaitu:

(a) Collegiate

Budaya ini berkenaan dengan keinginan mahasiswa yang mengejar kesenangan, seperti: bermain baseball, futball, catur dll. Mahasiswa tidak serius dalam menjalani perkuliahannya. Jika dikaitkan dengan trilogy sukses yang dikemukakan Prayitno (2007:1), mahasiswa yang memiliki tipe budaya/kebiasaan seperti ini cenderung hanya mengejar sukses dalam bidang social.

(b) Vokasional

Berkenaan dengan pengejaran keterampilan-keterampilan untuk dapat digunakan dalam bekerja pada masa akan datang,

(c) Akademik

Tipe ini berkenaan dengan pengejaran pengetahuan, mahasiswa yang memiliki budaya seperti ini mengedepankan kegiatan akademik untuk mencapai tujuan yang diinginkan

(d) Non Konformis

Tipe ini berkenaan dengan pengejaran identitas pribadi yang sesuai/cocok.

Dalam hal Kelas sosio-ekonomis, ada suatu hubungan linier antara penghasilan keluarga dengan keberadaan anak di perguruan tinggi, jika penghasilan keluarga meningkat maka kesempatan anak-anak untuk memasuki pendidikan di perguruan tinggi juga meningkat. Hal ini menyebabkan sekolah kejuruan mulai ditinggalkan. Secara tradisional, perguruan tinggi dipandang sebagai alat untuk melakukan mobilitas ke atas (Herr, 1996:294).

Selanjutnya, kebanyakan orang memilih pendidikan di perguruan tinggi dikarenakan mereka merasa akan mendapat pengembalian-pengembalian, baik berupa kepribadian, maupun dalam hal keuangan. Ini tidak bisa dipungkiri bahwa orang menuntut ilmu untuk memiliki kehidupan yang baik di masa akan datang.

C. BIMBINGAN KARIR DI PERGURUAN TINGGI

Pelayanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, khususnya bimbingan konseling dan karir, pada prinsipnya telah dilaksanakan sejak tahun 1981. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling ini diawali dengan pelatihan dosen perguruan tinggi negeri di dua fakultas psikologi yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Padjajaran selama tiga bulan. Dalam pelatihan tersebut masing-masing dosen perguruan tinggi telah menyusun program bimbingan dan konseling untuk perguruan tinggi masing-masing. Pelaksanaannya belum seperti yang diharapkan, karena pimpinan perguruan tinggi ataupun pemerintah belum mampu memfasilitasi berdirinya biro atau pusat pelayanan bimbingan dan konseling. Suatu yang menggembirakan, beberapa IKIP waktu itu telah melaksanakannya termasuk IKIP Padang yang sekarang beralih nama menjadi Universitas Negeri Padang (UNP). Biro Bimbingan dan Konseling inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Unit Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling (UPBK).

Tahun 1996, UPBK berkembang dengan adanya Proyek Dirjen Dikti Depdikbud Student Support Services And Career Planning Development (3SCPD). Pelaksanaan di tingkat Departemen adalah Dosen PTN, khususnya dari IKIP Padang (Prof.Dr. A.Muri Yusuf, dkk). Proyek ini mengembangkan pelayanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi Negeri se Indonesia yang langsung melibatkan mahasiswa dengan berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling. Sesuai dengan nama proyeknya, di samping mambantu masalah akademik mahasiswa, juga membantu rencana pengembangan karier mahasiswa. Tahun 2000-an proyek ini berakhir, pengembangan selanjutnya diserahkan kepada perguruan tinggi masing-masing.

Herr, dkk. (1996:294) mengungkapkan hal-hal yang harus diperhatikan perguruan tinggi dalam rangka mengembangkan pelayanan bimbingan karir terhadap mahasiswa, yaitu :

1. Komitmen Institusi

Agar mahasiswa memiliki perencanaan yang baik terhadap karir dan kehidupannya di masa akan dating, dibutuhkan komitmen/keteguhan hati yang sungguh-sungguh dari lembaga pendidikan tinggi itu sendiri. Survey yang dilakukan Reardon, dkk(dalam Herr, dkk. 1996:295) ditemukan program bimbingan karir yang dibutuhkan mahasiswa diantaranya berkenaan dengan informasi pekerjaan, informasi pendidikan yang sedang ditempuh, informasi pengungkapan diri mahasiswa, pelatihan pengambilan keputusan, konseling kelompok berkenaan dengan karir, dsb. Hal ini tentunya membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh komponen di perguruan tinggi, termasuk pimpinan, dosen dan karyawan, untuk mengembangkan karir mahasiswanya.

2. Pertimbangan Perencanaan

Berhubungan dengan kesegeraan bimbingan karir yang diberikan kepada mahasiswa, jangan sampai informasi/pelayanan yang diberikan tidak lagi dibutuhkan oleh mahasiswa dalam rangka pengembangan dirinya.

3. Pelayanan yang Komplek
Meliputi hal hal sebagai berikut :
a. Career Advising

Hal ini berkaitan dengan peran penasehat akademis dalam mencapai tujuan pendidikan yang sedang ditempuh serta hubungan antara kurikulum program studi yang ditempuh dengan kesempatan karir nantinya

b. Konseling Karir

Konseling karir merupakan bantuan yang diberikan oleh konselor dalam rangka membantu mahasiswa untuk evaluasi diri dan pengentasan permasalahannya yang berkenaan dengan karir.

c. Perencanaan Karir

Merupakan arahan yang akan dipakai mahasiswa dalam mengenal dunia kerja dan mengarah kepadanya.

Ke tiga komponen tersebut saling berhubungan dan akan bisa dilaksanan dengan pembentukan lima komponen dalam universitas yaitu :

a. Program universitas/perguruan tinggi dalam pendidikan karir secara terstruktur dan komprehensif

b. Badan/unit tertentu yang melayani untuk mahasiswa dan penasehat akademis dalam rangka informasi karir dan penempatan karir

c. Penasehat akademis dengan berbagai pengetahuannya.

d. Pusat adminsitrasi pelayanan akademik yang secara sungguh-sungguh memiliki waktu dan kemauan yang tinggi untuk membantu mahasiswa

e. Badan/unit konseling dan penasehat akademik.

Tujuan bimbingan karier adalah untuk membantu mahasiswa memahami perencanaan karier dan proses penempatan setelah mereka menamatkan perguruan tinggi. untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya:

1. Bantuan dalam pemilihan bidang pelayanan utama
2. Bantuan dalam penilaian diri dan analisis diri
3. Bantuan dalam memahami dunia karier
4. Bantuan dalam pengambilan keputusan
5. Bantuan dalam memasuki dunia kerja
D. Program Bimbingan Karir di Perguruan Tinggi

Herr, dkk (1996, 300) mengemukakan bahwa program konseling kelompok, konseling individual dan konseling teman sebaya merupakan pendekatan yang banyak dilakukan dalam pemberian pelayanan bimbingan dan konseling karier. Prosedur dan kegiatan yang dapat digunakan dalam menyusun pedoman karier dan konseling mahasiswa perguruan tinggi ialah:

1. Melakukan seminar karier dengan melibatkan lembaga penerima tenaga kerja (konsumen) dengan mahasiswa dan PT.

2. Menyusun program intensif yang dapat memberi pengalaman dalam beberapa disiplin ilmu.

3. Melakukan aplikasi instrumen, sebagai balikan bagi mahasiswa dalam upaya pemahaman dirinya.

4. Menugaskan mahasiswa melakukan interview kapada karyawan suatu pekerjaan.

5. Kunjungan perpustakaan, bursa kerja dan pertemuan-pertemuan karier yang banyak dilakukan pengusaha.

6. Konselor menginformasikan berbagai jenis dan persyaratan berbagai macam pekerjaan yang mungkin dapat dilamar mahasiswa setelah tamat kuliah.

Jenis Konseling yang dapat digunakan dalam konseling/bimbingan karir di perguruan tinggi adalah :

1. Layanan Orientasi

Dalam layanan ini mahasiswa bisa diperkenalkan terhadap lingkungan kerja dengan cara melakukan kunjungan-kunjungan ke dunia usaha dan dunia industri.

2. Layanan Informasi

Konselor bekerja sama dengan program studi perlu memberikan dan menyediakan layanan informasi karir, informasi ini dilakukan agar mahasiswa mampu mengenal secara jelas arah pembinaan yang akan dijalani mahasiswa dan sekaligus memandang ke depan tentang apa yang hendak dicapai dan diterapkan setelah lulus nantinya. Walters dan Saddlemire (dalam Herr, 1996:292) menyatakan bahwa 85% dari mahasiswa Universitas Negeri Green Bowling membutuhkan informasi karier, berkenaan dengan :

a Pekerjaan yang sesuai dengan dengan jurusan yang diambilnya

b Tempat dan personil yang dapat membantu perencanaan karier

c Pengalaman langsung dan kunjungan kerja serta kerja separoh waktu tentang pekerjaan yang diyakininya.

d Pemahaman diri (potensi diri) untuk memantapkan pilihan pekerjaan yang sesuai dengan pensifatan yang dimilikinya.

e Pengetahuan dan keterampilan tentang pasar kerja.

f Membantu merencanakan perkuliahan yang fleksibilitas dalam memilih beberapa pekerjaan yang berbeda

Selanjutnya, informasi karir perlu dilengkapi dengan informasi lowongan karir yang memperlihatkan “keberadaan” karir tersebut di lapangan, khususnya tentangjumlah posisi yang ada, di mana lowongan itu ada, penerimaan masyarakat terhadap karir tersebut, dan hal-hal lain yang perlu dikembangkan berkenaan dengan karir yang dimaksudkan itu (Prayitno, 2007:7). Lebih jau, informasi setiap karir dapat diuraikan lebih rinci lagi dengan mengembangkan berbagai tuntutan ataupun kondisi yang dikehendaki dari orang-orang atau tenaga yang memiliki kehendak/minat memasuki pekerjaan/karir yang dimaksudkan itu, seperti persyaratan ijazah, umur dan jenis kelamin, penguasaan keterampilan dan pengalaman, riwayat diri dan pekerjaan, kesehatan, kemampuan khusus dan lulus seleksi. Dengan informasi karir yang diberikan tersebut, dapat memberikan arahan yang nyata kepada mahasiswa tentang pekerjaan-pekerjaan apa saja yang akan diampu

Selain informasi karir yang dimaksud, juga bisa diberikan informasi kepada mahasiswa secara klasikal bagaimana mengembangkan dirinya secara optimal Contoh : Layanan informasi tentang Meniti Karir, dengan bagian-bagian penjelasan berkenaan dengan kenali diri, citra diri, yakin dan percaya terhadap diri, mengatur diri, pengendalian diri, berpikir menang-menang, bersikap positif dan proaktif, motivasi diri, sikapi pekerjaan dengan semangat yang tinggi, tingkatkan diri secara berkelanjutan, dahulukan apa yang utama dan penting, selesaikan apa yang telah anda mulai, mengelola krisis secara kreatif, dan berdoa dan berserah diri kepada tuhan yang maha kuasa (A. Muri Yusuf, 2002:88).

3. Layanan Penempatan dan Penyaluran

Bagi mahasiswa di perguruan tinggi, pilihan dan penempatan mereka pada program/jurusan yang sesuai dengan “siapa dia” sangat penting, karena pilihan program studi yang tidak tepat akan mengakibatkan persiapan arah karir mereka tidak berada pada jalur yang benar (A.Muri Yusuf, 2002:60), oleh karena itu Konselor melalui lembaga yang menaunginya perlu memperhatikan hal ini.

4. Konseling Perorangan

Mayoritas masalah mahasiswa ialah kemungkinan-kemungkinan bekerja sambil kuliah, ekonomi orang tua lemah, kesulitan biaya hidup mempersiapkan diri mengikuti persaingan untuk masuk kerja.

5. Bimbingan dan Konseling Kelompok

Permasalahan yang banyak muncul dari mahasiswa diantaranya takut menjadi pengangguran, salah pilih program studi, memilih alternatif pekerjaan, upaya mendapatkan pekerjaan paroh waktu (part time), tidak memahami potensi diri dan sebagainya, yang tentunya dalam pelayanan konseling bisa dilaksanakan konseling kelompok, hal-hal berkenaan dengan fenomena-fenomena di lapangang tentang suatu hal, seperti : mempersiapkan diri menempuh ujian CPNS, pelayanan konseling yang dapat diberikan adalah layanan bimbingan kelompok, baik topic tugas maupun topic bebas.

6. Instrumentasi

Penggunaan instrument untuk pengungkapan potensi dasar individu, minat dan kecendrungan pribadi, sikap dan kebiasaan bertingkah laku dapat diberikan kepada mahasiswa sehingga konselor akan mengetahui arah pengembangan karir mahasiswa, yang terutama mahasiswa memahami potensi dasarnya.

7. Lembaga Khusus

Untuk mengakomodir dan memberikan pelayanan bimbingan karir yang baik bagi mahasiswa sehingga mampu berkembang dengan optimal, masing-masing perguruan tinggi perlu membentuk lembaga khusus yang mewadahi untuk itu. Prayitno (2007:135) mengungkapkan perguruan tinggi perlu membentuk Unit Pelayanan Konseling (UPK) yang memberikan pelayanan konseling kepada mahasiswa dan klien-kliennya, baik dari dalam maupun dari luar kampus. UPK ini akan mengelola pelayanan kepada mahasiswa dalam arti luas yaitu, pelayanan pra perguruan tinggi, pelayanan era perguruan tinggi dan pelayanan pasca perguruan tinggi. Pelayanan pra perguruan tinggi diperlukan untuk menjangkau siswa-siswa SLTA yang akan memasuki PT sebagai informasi awal tentang program studi yang akan diikuti sehingga mampu merencanakan karir yang lebih baik dan sesuai dengan potensinya, pelayanan era perguruan tinggi diberikan kepada mahasiswa yang sedang menjalani perkuliahan di kampus, untuk lebih memantapkan pengembangan keilmuannya, sedangkan pelayanan pasca perguruan tinggi diberikan terhadap alumni-alumni sebagai upaya untuk memasuki dunia kerja.

Selain itu, perguruan tinggi perlu membentuk pusat tenaga kerja, yang berusaha untuk memfasilitasi mahasiswa terhadap kebutuhan tenaga kerja di lapangan (Herr, 1996:307).

E. Penutup

Bimbingan dan konseling karier di perguruan tinggi luar negeri dan dalam negeri, ternyata tidak ada perbedaan yang berarti, baik jenis layanan maupun isi layanan. Baberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan ialah:

a. Pemahaman potensi diri (pensifatan), sebaiknya di ketahui sebelum memilih program studi di perguruan tinggi dan memilih pekerjaan yang sesuai setelah tamat di PT.

b. Informasi tentang karier yang sesuai dengan program studi mahasiswa sangat dibutuhkan, seperti peluang-peluang yang ada, persyaratan melamar pekerjaan, tugas pokok dan fungsi pekerjaan, prospek pengambangan dan penggajian

c. Peluang kerja separoh waktu (bekerja sambil belajar sangat diminati mahasiswa, karena mereka umumnya datang dari keluarga yang kurang mampu).

d. Pelayanan bimbingan dan konseling karier di perguruan tinggi sangat di butuhkan mahasiswa. Kerja sama UPBK dan Unit Pelayanan Jass serta organisasi alumni akan memperbesar dan memperluas informasi kerja berguna bagi mahasiswa.

Demikian makalah ini disusun, semoga ada manfaatnya dalam pengembangan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling karier di Perguruan Tinggi.

 
 
Daftar Bacaan

A. Muri Yusuf, (2002). Kiat Sukses Dalam Karir. Ghalia Indonesia

A.Muri Yusuf, (2006). Konseling Karier dalam Satuan Pendidikan dan Praktik Pribadi, (Makalah). Padang, Universitas Negeri Padang.
 
Edwin L. Herr, and Stenley H.Cramer, (1992). Career Guidance and Counseling Trough the Life Span, Systematic Approuches, New York, Harper Collins Publisher.
 
Prayitno, (2007). Peningkatan Potensi Mahasiswa. UNP Press: Padang