Oleh : Prayitno )


Pertemuan saya dengan Dr. Hasballah M. Saad, M.Si, seorang pribadi yang menarik dari desa kecil di tanah Rencong di bagian ujung barat laut tanah air Indonesia tercinta. Sejak puluhan tahun yang lalu, merupakan hal yang amat bermakna. Beliau merupakan hasanah kebangsaan dan keprofesionalan bagi diri saya sebagai pribadi maupun dalam pengembagan karir dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Betapa tidak. Hal-hal berikut ini mudah-mudahan dapat memperlihatkan hal yang dimaksud.
Pertemuan dengan Dr. Hasballah M. Saad, M.Si. sejak awalnya sampai pertemuan kami terakhir di Banda Aceh tanggal 28-29 Juni 2011 merupakan hal yang sangat berharga; ibarat mutiara. Dengan sosok tinggi besar, melebihi rata-rata ukuran anak bangsa; dengan jambang yang lebat di dagu melengkapi titel hajinya; dengan gaya bahasa yang meyakinkan disertai pengalaman yang berkadar nasional dan internasional yang terus berkembang dan ditempanya, teman kita itu merupakan sosok yang sungguh dapat diharapkan untuk hal-hal yang amat berarti dan bermanfaat bagi kehidupan bersama. Mutiara yang saya maksudkan itu setidak-tidaknya bersinar pada dua arah, yaitu arah kebangsaan dan arah bidang pengembangan atau keprofesian, khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
Pertama, arah kebangsaan yang begitu hebat. Kita satu Pak Hasballah. Sama-sama anak bangsa dari desa miskin yang berkat kemerdekaan, dapat ikut mengecap indahnya Nusantara yang dipadu dengan berbagai pengalaman dan kemajuan bertaraf nasional dan internasional. Saya, dengan status “bukan apa-apa” telah berkesempatan mengunjungi semua wilayah (propinsi) se-Indonesia (kecuali satu-dua daerah pengembangan), termasuk wilayah Timor Timur (Dili, sewaktu masih menjadi wilayah Indonesia), dan mencoba memberikan arti pada setiap kunjungan tersebut. Begitu juga tentulah Pak Hasballah. Lebih-lebih ketika beliau menjabat sebagai Menteri Negara HAM (Hak Asasi Manusia) tahun 1999-2000. Seluruh wilayah tanah air tentu selalu terngiang di telinga, tergetar di dalam dada, tersumbu di dalam kalbu, terbayang dalam harapan, dan tercetak dalam alam pikiran. Engaku putra bangsa yang memilki berjuta daya disertai segudang pengalaman bertaraf nasional dan internasional, adalah untuk Ibu Pertiwi, Indonesia. Saya pun ingin seperti itu. Sehebat-hebatnya DKI Ibukota Jakarta, Jawa dan Sunda, Lampung, Minangkabau sampai dengan Nangroe Aceh Darussalam, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi, Maluku dan Papua, serta bagian tanah air lainnya yang semua itu indah dan istimewa, sesungguhnya kesatuan seluruh tanah air Indonesia lebih hebat, lebih indah, dan lebih istimewa. Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan Merah Putih dalam bingkai NKRI dan UUD 1945 merupakan jaminan bagi nilai terbaik seluruh bangsa dan tanah air Indonesia.
Kedua, bidang kerja atau karir, yaitu bidang pendidikan pada umumnya, khususnya bidang bimbingan dan konseling (BK). Bidang ini secara nyata menampilkan keprofesian pendidikan yang di dalamnya tersatukan keprofesian bimbingan dan konseling. Diyakini bahwa bidang pendidikan inilah yang secara mendasar mampu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu, bidang pendidikan dengan segenap jalur, jenjang, dan jenisnya, dalam bentuk satuan pendidikan formal, nonformal, dan informal serta bentuk-bentuk upaya pendidikan lainnya wajib dikembangkan seoptimal mungkin. Para pelaksanaannya yang seharusnya profesional, seperti guru profesional, dosen profesional, konselor profesional, harus dikembangkan sehebat mungkin, kalau kita ingin bangsa dan negera kita menjadi kuat, bermartabat dan hebat. Kecerdasan yang dimaksudkan itu tentulah harus disertai kualitas karakter yang tinggi pula. Bukan sekedar hasil pendidikan yang berupa orang-orang yang cerdas tetapi berkarakter rendah atau orang yang berkarakter, bersopan santun, jujur, dan lain-lain, tetapi tidak cerdas. Hasil pendidikan yang “tidak seimbang” itu (cerdas tetapi tidak berkarakter, dan berkarakter tetapi tidak cerdas) akan menjadikan bangsa ini compang-camping dalam berbagai bidang (agama, moral, politik, budaya, dan keamanan/pertahanan) sehingga tetap mengalami berbagai kerawanan, keterbelakangan dan tidak mampu bersaing. Komponen karakter-cerdas, yaitu keimanan dan ketakwaan, kejujuran, kecerdasan, tanggungjawab dan kepedulian dalam bingkai Pancasila menjadi landasan dan materi pendidikan secara menyeluruh. Dalam hal ini pendidikan memiliki tanggungjawab untuk berkembangnya nilai-nilai karakter-cerdas yang dewasa ini gencar dicanangkan dan digelorakan ).
Basis keilmuan dan sekaligus keprofesionalan kami (beliau dan saya ) adalah sama yaitu bidang bimbingan dan konseling (BK) yang oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan berada dalam lingkungan upaya pendidikan. Kami menggeluti bidang ini sejak awal dan masih sangat muda, pada masa studi tingkat sarjana muda. Bahkan beliau telah ikut secara aktif termasuk di dalam kepengurusan, sejak organisasi profesi dalam bidang BK masih sangat muda ). Beliau rajin menghadiri dan berpartisipasi penuh dalam berbagai pertemuan IPBI/ABKIN dan memberikan sumbang pikir yang amat berarti, baik dalam lingkup daerah maupun nasional.
Satu hal yang sangat membanggakan ialah ketika beliau menjadi Menteri Negara HAM. Beliaulah satu-satunya orang BK, sampai sekarang, yang menjadi Menteri. Selain menjadi kebanggaan kedudukan setinggi itu sangat diharapkan dapat mengimbas kepada pergerakan maju bidang keilmuan dan organisasi profesi yang menjadi latar belakang keahlian beliau dan kita bersama. Pada waktu itu saya sedang menjabat sebagai pimpinan nasional (Ketua Umum) IPBI (1991-2001) dan baru saja mendirikan program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) di UNP (1999), yang pertama di Indonesia. Walaupun tidak cukup lama kedudukan sebagai seorang Menteri di dalam pemerintahan NKRI, hal itu tidak menyurutkan kebanggaan dan penghormatan insan BK seluruh Indonesia kepada beliau.
Sampai beliau dipanggil kembali ke haribaab Sang Pencipta, kiprah beliau tidaklah menyurut, bahkan semakin berkembang, baik pada tataran wilayah dan antarwilayah, serta nasional dan internasional. Dalam bidang dan tataran pendidikan pada umumnya beliau menjangkau urusan wilayah dan jenjang pendidikan tinggi sampai dengan pendidikan dasar dan menengah. Hal yang sungguh tetap membanggakan adalah komitmen beliau dalam bidang BK. Sepertinya beliau, dan juga saya, berpendirian: “Bidang BK adalah bidang kita semua; kita wajib mengembangkannya sehebat mungkin. Di seluruh tanah air Jurusan atau program studi BK, termasuk program PPK, adalah milik dan tanggung jawab kita bersama untuk membesarkannya sehingga menjadi bidang keprofesian yang bermartabat dan hebat”.
Komitmen beliau terhadap kemartabatan profesi konselor cukup jelas. Kemartabatan itu bercirikan: (1) pelayanan yang bermanfaat, (2) petugas yang bermandat, dan (3) pengakuan yang sehat dari pemerintah dan masyarakat. Pelayanan yang bermanfaat sudahlah pasti menjadi tuntutan bagi pengguna layanan BK; petugas yang bermandat adalah para konselor lulusan program PPK; dan pengakuan yang sehat berupa produk legal perundang-undangan dan penerimaan masyarakat tentang keberadaan dan terselenggaranya pelayanan BK. Komitmen Pak Hasballah, sebagimana juga komitmen saya dan kita semua, perlu diwujudkan sebaik mungkin agar keprofesionalan BK dengan para konselor profesionalnya benar-benar menjadi profesi bermartabat yang setara dengan profesi-profesi lainnya, seperti profesi dokter. Konseling profesional memberikan pelayanan yang benar-benar bermanfaat bagi kehidupan segenap anak bangsa. Konselor lulusan PPK sebagai petugas yang bermandat dalam profesi konseling diaktifkan di seluruh wilayah Indonesia untuk lebih mengefektifkan upaya pendidikan dengan pelayanan unggul BK dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa yang berkarakter tinggi.
Selamat jalan temanku yang membanggakan. Di dunia engkau bermartabat, di akhirat engkau mendapat tempat yang terhormat di sisi Allah SWT.

Padang Agustus 2011


) Prof.Dr. Prayitno,M.Sc,Ed. , Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang
(Ketua Umum IPBI 1991-2001 dan Dewan Pembina ABKIN)

) Sesungguhnyalah, semua upaya pendidikan, setiap kali upaya pendidikan dilaksanakan seharusnya secara langsung di dalamnya mengandung unsur-unsur karakter. Pencanangan dan penggeloraan pendidikan karakter-cerdas dewasa ini dapat dimaknai bahwa upaya pendidikan selama ini dirasakan kurang bermuatan atau miskin karakter.

) Asosiasi profesi bidang BK pertama kali didirikan di Malang dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) tanggal 17 Desember 1975. Sejak tahun 2001 IPBI berubah nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia ( ABKIN).

Sumber: www.abkin.org